KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA DI LINGKUNGAN INDUSTRI
ARIES AADI PURWANTO
A.      Pengertian dan tujuan kesehatan dan keselamatan kerja
1.      Menurut Sumakmur (1988) kesehatan kerja  adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan/kedokteran beserta prakteknya  yang bertujuan, agar pekerja/masyarakat pekerja beserta memperoleh  derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik fisik, atau mental,  maupun sosial, dengan usaha-usaha preventif dan kuratif, terhadap  penyakit-penyakit/gangguan –gangguan kesehatan yang diakibatkan  faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap  penyakit-penyakit umum.
Keselamatan kerja sama dengan Hygiene Perusahaan.
Kesehatan  kerja memiliki sifat sebagai berikut :
a.      Sasarannya adalah manusia
b.      Bersifat medis.
2.      Keselamatan kerja  adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja,  bahan, dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya  serta cara-cara melakukan pekerjaan (Sumakmur, 1993).
Keselamatan kerja memiliki sifat sebagai berikut :
a.      Sasarannya adalah lingkungan kerja
b.      Bersifat teknik.
Pengistilahan  Keselamatan dan Kesehatan kerja (atau sebaliknya) bermacam macam ; ada  yang menyebutnya Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hyperkes) dan  ada yang hanya disingkat K3, dan dalam istilah asing dikenal  Occupational Safety and Health. 
3.      Tujuan K3
Tujuan umum dari K3 adalah menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif.
Tujuan hyperkes dapat dirinci sebagai berikut (Rachman, 1990) : 
a.      Agar tenaga kerja dan setiap orang berada di tempat kerja selalu dalam keadaan sehat dan selamat.
b.      Agar sumber-sumber produksi dapat berjalan secara lancar tanpa adanya hambatan.
4.      Ruang Lingkup K3
Ruang lingkup hyperkes dapat dijelaskan sebagai berikut (Rachman, 1990) :
a.      Kesehatan  dan keselamatan kerja diterapkan di semua tempat kerja yang di dalamnya  melibatkan aspek manusia sebagai tenaga kerja, bahaya akibat kerja dan  usaha yang dikerjakan.
b.       Aspek perlindungan dalam hyperkes meliputi :
1)        Tenaga kerja dari semua jenis dan jenjang keahlian 
2)        Peralatan dan bahan yang dipergunakan 
3)        Faktor-faktor lingkungan fisik, biologi, kimiawi, maupun sosial.
4)        Proses produksi
5)        Karakteristik dan sifat pekerjaan
6)        Teknologi dan metodologi kerja
c.       Penerapan  Hyperkes dilaksanakan secara holistik sejak perencanaan hingga  perolehan hasil dari kegiatan industri barang maupun jasa.
d.       Semua pihak yang terlibat dalam proses industri/perusahaan ikut bertanggung jawab atas keberhasilan usaha hyperkes. 
B.     Kebijakan penerapan kesehatan dan keselamatan kerja di era global
1.      Dalam bidang pengorganisasian
Di Indonesia K3 ditangani oleh 2 departemen ; departemen Kesehatan dan departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. 
Pada Depnakertrans ditangani oleh Dirjen (direktorat jendral) Pembinaan dan Pengawasan Ketenagakerjaan, dimana ada 4 Direktur :
a.      Direktur Pengawasan Ketenagakerjaan
b.      Direktur Pengawasan Norma Kerja Perempuan dan Anak
c.      Direktur Pengawasan Keselamatan Kerja, yang terdiri dari Kasubdit ;
1)            Kasubdit mekanik, pesawat uap dan bejana tekan.
2)            Kasubdit konstruksi bangunan, instalasi listrik dan penangkal petir
3)            Kasubdit Bina kelembagaan dan keahlian keselamatan ketenagakerjaan 
d.      Direktur Pengawasan Kesehatan Kerja, yang terdiri dari kasubdit ;
1)            Kasubdit Kesehatan tenaga kerja
2)            Kasubdit Pengendalian Lingkungan Kerja
3)            Kasubdit Bina kelembagaan dan keahlian kesehatan kerja.
Pada  Departemen Kesehatan sendiri ditangani oleh Pusat Kesehatan Kerja  Depkes. Dalam upaya pokok Puskesmas terdapat Upaya Kesehatan Kerja (UKK)  yang kiprahnya lebih pada sasaran sektor Informal (Petani, Nelayan,  Pengrajin, dll)
2.      Dalam bidang regulasi
Regulasi yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah sudah banyak, diantaranya :
a.      UU No 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
b.      UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
c.      KepMenKes No 1405/Menkes/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri.
d.      Peraturan Menaker No Per 01/MEN/1981 tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja.
e.      Peraturan Menaker No Per 01/MEN/1976 tentang Kewajiban Latihan Hiperkes Bagi Dokter Perusahaan.
f.        Peraturan Menaker No Per 01/MEN/1979 tentang Kewajiban Latihan Hygiene Perusahaan K3 Bagi Tenaga Paramedis Perusahaan.
g.      Keputusan Menaker No Kep 79/MEN/2003 tentang Pedoman Diagnosis dan Penilaian Cacat Karena Kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja.
3.      Dalam bidang pendidikan
Pemerintah  telah membentuk dan menyelenggarakan pendidikan untuk menghasilkan  tenaga Ahli K3 pada berbagai jenjang Pendidikan, misalnya :
a.      Diploma 3 Hiperkes di Universitas Sebelas Maret
b.      Strata 1 pada Fakultas Kesehatan Masyarakat khususnya peminatan K3 di Unair, Undip, dll dan jurusan K3 FKM UI.
c.      Starta 2 pada Program Pasca Sarjana khusus Program Studi K3, misalnya di UGM, UNDIP, UI, Unair.
Pada  beberapa Diploma kesehatan semacam Kesehatan Lingkungan dan Keperawatan  juga ada beberapa SKS dan Sub pokok bahasan dalam sebuah mata kuliah  yang khusus mempelajari K3.
C.     Kecelakaan kerja
1.      Pengertian
Menurut  Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor : 03 /MEN/1998 tentang Tata  Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan bahwa yang dimaksud dengan  kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga  semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda. 
2.      Penyebab kecelakaan kerja
Secara umum, ada dua sebab terjadinya kecelakaan kerja, yaitu penyebab langsung (immediate causes) dan penyebab dasar (basic causes).
a.      Penyebab Dasar
1)      Faktor manusia/pribadi, antara lain karena :
a)      kurangnya kemampuan fisik, mental, dan psikologis
b)      kurangny/lemahnya pengetahuan dan ketrampilan/keahlian.
c)      stress
d)      motivasi yang tidak cukup/salah 
2)      Faktor kerja/lingkungan, antara lain karena :
a)      tidak cukup kepemimpinan dan atau pengawasan
b)      tidak cukup rekayasa (engineering)
c)      tidak cukup pembelian/pengadaan barang
d)      tidak cukup perawatan (maintenance)
e)      tidak cukup alat-alat, perlengkapan dan berang-barang/bahan-bahan.
f)        tidak cukup standard-standard kerja
g)      penyalahgunaan
b.      Penyebab Langsung
1)      Kondisi berbahaya (unsafe conditions/kondisi-kondisi yang tidak standard) yaitu tindakan yang akan menyebabkan kecelakaan, misalnya (Budiono, Sugeng, 2003) :
a)      Peralatan pengaman/pelindung/rintangan yang tidak memadai atau tidak memenuhi syarat.
b)      Bahan, alat-alat/peralatan rusak
c)      Terlalu sesak/sempit
d)      Sistem-sistem tanda peringatan yang kurang mamadai
e)      Bahaya-bahaya kebakaran dan ledakan
f)        Kerapihan/tata-letak (housekeeping) yang buruk
g)      Lingkungan berbahaya/beracun : gas, debu, asap, uap, dll
h)      Bising
i)        Paparan radiasi
j)        Ventilasi dan penerangan yang kurang
2)      Tindakan berbahaya (unsafe act/tindakan-tindakan  yang tidak standard) adalah tingkah laku, tindak-tanduk atau perbuatan  yang akan menyebabkan kecelakaan, misalnya (Budiono, Sugeng, 2003)  :
a)      Mengoperasikan alat/peralatan tanpa wewenang.
b)      Gagal untuk memberi peringatan.
c)      Gagal untuk mengamankan.
d)      Bekerja dengan kecepatan yang salah.
e)      Menyebabkan alat-alat keselamatan tidak berfungsi.
f)        Memindahkan alat-alat keselamatan.
g)      Menggunakan alat yang rusak.
h)      Menggunakan alat dengan cara yang salah.
i)        Kegagalan memakai alat pelindung/keselamatan diri secara benar. 
3.      Data-data tentang Kecelakaan Kerja
Soekotjo  Joedoatmodjo, Ketua Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional  (DK3N) menyatakan bahwa frekuensi kecelakaan kerja di perusahaan semakin  meningkat, sementara kesadaran pengusaha terhadap Kesehatan dan  Keselamatan Kerja (K3) masih rendah, yang lebih memprihatinkan pengusaha  dan pekerja sektor kecil menengah menilai K3 identik dengan biaya  sehingga menjadi beban, bukan kebutuhan. Catatan PT Jamsostek dalam tiga  tahun terakhir (1999 - 2001) terbukti jumlah kasus kecelakaan kerja  mengalami peningkatan, dari 82.456 kasus pada 1999 bertambah menjadi  98.902 kasus di tahun 2000 dan berkembang menjadi 104.774 kasus pada  2001. Untuk angka 2002 hingga Juni, tercatat 57.972 kasus, sehingga rata  - rata setiap hari kerja terjadi sedikitnya lebih dari 414 kasus  kecelakaan kerja di perusahaan yang tercatat sebagai anggota Jamsostek.  Sedikitnya 9,5 persen dari kasus kecelakaan kerja mengalami cacat, yakni  5.476 orang tenaga kerja, sehingga hampir setiap hari kerja lebih dari  39 orang tenaga kerja mengalami cacat tubuh. (www.gatra.com)
Direktur  Operasi dan Pelayanan PT Jamsostek (Persero), Djoko Sungkono menyatakan  bahwa berdasarkan data yang ada pada PT Jamsostek selama  Januari-September 2003 selama di Indonesia telah terjadi 81.169 kasus  kecelakaan kerja, sehingga rata-rata setiap hari terjadi lebih dari 451  kasus kecelakaan kerja. Ia mengatakan dari 81.169 kasus kecelakaan  kerja, 71 kasus diantaranya cacat total tetap, sehingga rata-rata dalam  setiap tiga hari kerja tenaga kerja mengalami cacat total dan tidak  dapat bekerja kembali. "Sementara tenaga kerja yang meninggal dunia  sebanyak  1.321 orang, sehingga hampir setiap hari kerja terdapat lebih tujuh kasus meninggal dunia karena kecelakaan kerja," ujarnya (www.kompas.co.id)
Menurut  International Labour Organization (ILO), setiap tahun terjadi 1,1 juta  kematian yang disebabkan oleh karena penyakit atau kecelakaan akibat  hubungan pekerjaan. Sekitar 300.000 kematian terjadi dari 250 juta  kecelakaan dan sisanya adalah kematian karena penyakit akibat hubungan  pekerjaan, dimana diperkirakan terjadi 160 juta penyakit akibat hubungan  pekerjaan baru setiap tahunnya (Pusat Kesehatan Kerja, 2005)
D.     Ergonomi
1.      Pengertian
Ergonomi  adalah ilmu serta penerapannya yang berusaha menyerasikan pekerjaan dan  lingkungan terhadap orang atau sebaliknya dengan tujuan tercapainya  produktivitas dan efisiensi yang setinggi-tingginya melalui pemanfaatan  manusia seoptimal mungkin. Di beberapa negara Ergonomi diistilahkan Arbeitswissenschaft (Jerman), Biotechnology (Skandinavia), Human (factor) Engineering atau Personal Research di Amerika Utara. (Budiono, Sugeng, 2003)
2.      Ruang lingkup ergonomi
Penerapan  ergonomi/ruang lingkup ergonomi meliputi (Setyaningsih, Yuliani, 2002) ;
a.       Pembebanan kerja fisik
Beban  fisik yang dibenarkan umumnya tidak melebihi 30-40% kemampuan maksimum  seorang pekerja dalam waktu 8 jam sehari. Untuk mengukur kemampuan kerja  maksimum digunakan pengukuran denyut nadi yang diusahakan tidak  melebihi 30-40 kali per menit di atas denyut nadi sebelum bekerja. Di  Indonesia beban fisik untuk mengangkat dan mengangkut yang dilakukan  seorang pekerja dianjurkan agar tidak melebihi dari 40 kg setiap kali  mengangkat atau mengangkut.
b.       Sikap tubuh dalam bekerja
Sikap  pekerjaan harus selalu diupayakan agar merupakan sikap ergonomik. Sikap  yang tidak alamiah harus dihindari dan jika hal ini tidak mungkin  dilaksanakan harus diusahakan agar beban statis menjadi  sekecil-kecilnya. Untuk membantu tercapainya sikap tubuh yang ergonomik  sering diperlukan pula tempat duduk dan meja kerja yang kriterianya  disesuaikan dengan ukuran anthropometri pekerja.
Ukuran anthropometri tubuh yang penting dalam ergonomi adalah :
1)      Berdiri
a)      Tinggi badan berdiri
b)      Tinggi bahu
c)      Tinggi siku
d)      Tinggi pinggul
e)      Depa
f)        Panjang lengan
2)      Duduk 
a)      Tinggi duduk
b)      Panjang lengan atas
c)      Panjang lengan bawah dan tangan
d)      Jarak lekuk lutut sampai dengan garis punggung
e)      Jarak lekuk lutut sampai dengan telapak
3)      Keadaan bekerja sambil berdiri, mempunyai kriteria :
a)      Tinggi optimum area kerja adalah 5-10 cm di bawah tinggi siku.
b)      Pekerjaan yang lebih membutuhkan ketelitian, tinggi meja yang digunakan 10-20 cm lebih tinggi dari siku.
c)      Pekerjaan yang memerlukan penekanan dengan tangan, tinggi meja 10-20 cm lebih rendah dari siku. 
c.       Mengangkat dan mengangkut
Beberapa  faktor yang berpengaruh pada proses mengangkat dan mengangkut adalah  beratnya beban, intensitas, jarak yang harus ditempuh, lingkungan kerja,  ketrampilan dan peralatan yang digunakan. Untuk efisiensi dan  kenyamanan kerja perlu dihindari manusia sebagai “alat utama” untuk  mengangkat dan mengangkut. 
d.       Sistem manusia – mesin
Penyesuaian  manusia-mesin sangat membantu dalam menciptakan kenyamanan dan  efisiensi kerja. Perencanaan sistem ini dimulai sejak tahap awal dengan  memperhatikan kelebihan dan keterbatasan manusia dan mesin yang  digunakan interaksi manusia-mesin memerlukan beberapa hal khusus yang  diperhatikan, misalnya :
1)      adanya informasi yang komunikatif
2)      tombol dan alat pengendali baik
3)      perlu standard pengukuran anthropometri yang sesuai untuk pekerjaannya. 
e.       Kebutuhan kalori
Konsumsi  kalori sangat bervariasi tergantung pada jenis pekerjaan. Semakin berat  kegiatan yang dilakukan semakin besar kalori yang diperlukan. Selain  itu pekerjaan pria juga membutuhkan kalori yang berbeda dari pekerja  wanita. Dalam hal ini perlu diperhatikan juga saat dan frekuensi pemberian kalori pada pekerja.
1)      Pekerja Pria
a)      Pekerjaan ringan : 2400 kal/hari
b)      Pekerjaan sedang ; 2600 kal/hari
c)      Pekerjaan berat : 3000 kal/hari
2)      Pekerja Wanita
a)      Pekerjaan ringan : 2000 kal/hari
b)      Pekerjaan sedang ; 2400 kal/hari
c)      Pekerjaan berat : 2600 kal/hari
f.         Pengorganisasian kerja
Pengorganisasian  kerja berhubungan dengan waktu kerja, saat istirahat, pengaturan waktu  kerja gilir (shift) dari periode saat bekerja yang disesuaikan dengan  irama faal tubuh manusia. Waktu kerja dalam 1 hari antara 6-8 jam.  Dengan waktu istirahat ½ jam sesudah 4 jam bekerja. Perlu juga  diperhatikan waktu makan dan beribadah. Termasuk juga di dalamnya  terciptanya kerjasama antar pekerja dalam melakukan suatu pekerjaan  serta pencegahan pekerjaan yang berulang (repetitive)
g.       Lingkungan kerja
Dalam  peningkatan efisiensi dan produktifitas kerja berbagai faktor  lingkungan kerja sangat berpengaruh. Berbagai faktor lingkungan yang  berpengaruh misalnya suhu yang nyaman untuk bekerja adalah 24-26O C. 
h.       Olahraga dan kesegaran jasmani
Kegiatan  olahraga dan pembinaan kesegaran jasmani dibutuhkan untuk meningkatkan  produktivitas. Oleh karena itu, tes kesehatan sebelum bekerja/tes  kesegaran jasmani perlu dilakukan sebagai tahap seleksi karyawan. 
i.         Musik dan dekorasi
Musik  dapat meningkatkan kegairahan dan produktivitas kerja dengan  mempertimbangkan jenis, saat, lama dan sifat pekerjaan. Dekorasi dan  pengaturan warna dapat memberikan kesan jarak, kejiwaan dan suhu. Misalnya :
a)      biru ; jarak jauh dan sejuk
b)      hijau ; menyegarkan
c)      merah ; dekat, hangat, merangsang
d)      orange ; sangat dekat, merangsang. 
j.         Kelelahan
Kelelahan  adalah mekanisme perlindungan tubuh terhindar dari kerusakan lebih  lanjut dan memerlukan terjadinya proses pemulihan. Sebab-sebab kelelahan  diantaranya adalah monotomi kerja, beban kerja yang berlebihan,  lingkungan kerja jelek, gangguan kesehatan dan gizi kurang.
E.     Penyakit akibat kerja
1.      Pengertian
Peraturan  Menaker No Per 01/MEN/1981 tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat  Kerja menyebutkan bahwa Penyakit Akibat Kerja (PAK) adalah setiap  penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja.
Beberapa ciri penyakit akibat kerja adalah : 
a.      Populasi pekerja
b.      Penyebab spesifik
c.      Pemajanan di tempat kerja sangat menentukan 
d.      Kompensasi ada
e.      Contohnya adalah keracunan Pb, Asbestosis, Silikosis (Budiono, Sugeng. 2003)
2.      Jenis Penyakit Akibat Kerja
Peraturan  Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER- 01/MEN/1981  mencantumkan 30 jenis penyakit, sedangkan Keputusan Presiden RI No  22/1993 tentang Penyakit yang Timbul Karena Hubungan Kerja memuat jenis  penyakit yang sama, ditambah ; ‘penyakit yang disebabkan bahan kimia lainnya termasuk bahan obat.” Jenis penyakit akibat kerja tersebut adalah ;
a.      Pneumokoniosis yang disebabkan oleh debu mineral pembentukan jaringan parut (silikosis, antrakosilikosis, asbestosis) dan silikotuberkulosis yang silikosisnya merupakan faktor utama penyebab cacat atau kematian.
b.      Penyakit paru dan saluran pernafasan (bronkhopulmoner) yang disebabkan oleh debu logam keras.
c.      Penyakit paru dan saluran pernafasan (bronkhopulmoner) yang disebabkan oleh debu kapas, vlas, henep dan sisal (bissinosis)
d.      Asma akibat kerja yang disebabkan oleh penyebab sensitisasi dan zat perangsang yang dikenal yang berada dalam proses pekerjaan.
e.      Alveolitis allergika yang disebabkan oleh faktor dari luar sebagai akibat penghirupan debu organik.
f.        Penyakit yang disebabkan oleh berillium atau persenyawaannya yang beracun.
g.      Penyakit yang disebabkan oleh kadmium atau persenyawaannya yang beracun.
h.      Penyakit yang disebabkan oleh fosfor atau persenyawaannya yang beracun.
i.         Penyakit yang disebabkan oleh krom atau persenyawaannya yang beracun.
j.         Penyakit yang disebabkan oleh mangan atau persenyawaannya yang beracun.
k.       Penyakit yang disebabkan oleh arsen atau persenyawaannya yang beracun.
l.         Penyakit yang disebabkan oleh raksa atau persenyawaannya yang beracun.
m.    Penyakit yang disebabkan oleh timbal atau persenyawaannya yang beracun.
n.      Penyakit yang disebabkan oleh flour atau persenyawaannya yang beracun.
o.      Penyakit yang disebabkan oleh karbon disulfida.
p.      Penyakit yang disebabkan oleh derivat halogen dari persenyawaan hidrokarbon alifatik atau aromatik yang beracun.
q.      Penyakit yang disebabkan oleh benzena atau homolognya yang beracun.
r.        Penyakit yang disebabkan oleh derivat nitro dan amina dari benzena atau homolognya yang beracun.
s.      Penyakit yang disebabkan oleh nitrogliserin atau ester asam nitrat lainnya.
t.        Penyakit yang disebabkan oleh alkohol, glikol atau keton.
u.      Penyakit yang disebabkan oleh gas atau uap penyebab asfiksia  atau keracunan seperti karbon monoksida, hidrogensianida, hidrogen  sulfida atau derivatnya yang beracun, amoniak, seng, braso dan nikel.
v.       Kelainan pendengaran yang disebabkan oleh kebisingan
w.     Penyakit yang disebabkan oleh getaran mekanik (kelainan-kelainan otot, urat, tulang persendian, pembuluh darah tepi atau syaraf tepi).
x.       Penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dalam udara yang bertekanan lebih.
y.       Penyakit yang disebabkan oleh radiasi elektromagnetik dan radiasi yang mengion.
z.      Penyakit kulit (dermatosis) yang disebabkan oleh penyebab fisik, kimiawi atau biologik.
å.      Kanker kulit epitelioma  primer yang disebabkan oleh ter, pic, bitumen, minyak mineral, antrasena, atau persenyawaan, produk atau residu adri zat tersebut.
ä.      Kanker paru atau mesotelioma yang disebabkan oleh asbes
ö.      Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit yang didapat dalam suatu pekerjaan yang memiliki resiko kontaminasi khusus.
aa.  Penyakit yang disebabkan oleh suhu tinggi atau rendah atau panas radiasi atau kelembaban udara tinggi.
bb.  Penyakit yang disebabkan oleh bahan kimia lainnya termasuk bahan obat.
3.      Diagnosis spesifik Penyakit Akibat Kerja
Secara teknis penegakkan diagnosis dilakukan dengan (Budiono, Sugeng, 2003) : 
a.      Anamnesis/wawancara meliputi : identitas, riwayat kesehatan, riwayat penyakit, keluhan.
b.      Riwayat pekerjaan (kunci awal diagnosis)
1)      Sejak pertama kali bekerja.
2)      Kapan,  bilamana, apa yang dikerjakan, bahan yang digunakan, jenis bahaya yang  ada, kejadian sama pada pekerja lain, pemakaian alat pelindung diri,  cara melakukan pekerjaan, pekerjaan lain yang dilakukan, kegemaran  (hobby), kebiasaan lain (merokok, alkohol)
3)      Sesuai tingkat pengetahuan, pemahaman pekerjaan.
c.      Membandingkan gejala penyakit waktu bekerja dan dalam keadaan tidak bekerja.
1)      waktu bekerja gejala timbul/lebih berat, waktu tidak bekerja/istirahat gejala berkurang/hilang.
2)      Perhatikan juga kemungkinan pemajanan di luar tempat kerja.
3)      Informasi tentang ini dapat ditanyakan dalam anamnesis atau dari data penyakit di perusahaan.
d.      Pemeriksaaan fisik, yang dilakukan dengan catatan
1)      gejala dan tanda mungkin tidak spesifik
2)      pemeriksaan laboratorium penunjang membantu diagnostik klinik.
3)      dugaan adanya penyakit akibat kerja dilakukan juga melalui pemeriksaan laboratorium khusus/pemeriksaan biomedik. 
e.      Pemeriksaan laboratorium khusus/pemeriksaan biomedik
1)      Misal : pemeriksaan spirometri, foto paru (pneumokoniosis-pembacaan standard ILO)
2)      Pemeriksaan audiometri
3)      Pemeriksaan hasil metabolit dalam darah/urine.
f.        Pemeriksaan/pengujian lingkungan kerja atau data higiene perusahaan, yang memerlukan :
1)      kerjasama dengan tenaga ahli higiene perusahaan
2)      kemampuan mengevaluasi faktor fisik/kimia berdasarkan data yang ada.
3)      Pengenalan secara langsung cara/sistem kerja, intensitas dan lama pemajanan.
g.      Konsultasi keahlian medis/keahlian lain
1)      Seringkali  penyakit akibat kerja ditentukan setelah ada diagnosis klinik, kemudian  dicari faktor kausa di tempat kerja, atau melalui pengamatan/penelitian  yang relatif lebih lama. 
2)      Dokter spesialis lainnya, ahli toksikologi dan dokter penasehat (kaitan dengan kompensasi)
4.      Penerapan konsep five level of prevention deseases pada PAK
Penerapan konsep 5 tingkatan pencegahan penyakit (five level of prevention deseases) pada Penyakit Akibat Kerja adalah (Silalahi, Benet dan Silalahi, Rumondang, 1985) :
a.      Health Promotion (peningkatan kesehatan)
Misalnya  : pendidikan kesehatan, meningkatkan gizi yang baik, pengembangan  kepribadian, perusahaan yang sehat dan memadai, rekreasi, lingkungan  kerja yang memadai, penyuluhan perkawinan dan pendidikan seks,  konsultasi tentang keturunan dan pemeriksaan kesehatan periodik. 
b.      Specific Protection ( perlindungan khusus)
Misalnya : imunisasi, higiene perorangan, sanitasi lingkungan, proteksi terhadap bahaya dan kecelakaan kerja. 
c.      Early diagnosis and prompt treatment (diagnosa dini dan pengobatan tepat)
Misalnya  : diagnosis dini setiap keluhan dan pengobatan segera, pembatasan  titik-titik lemah untuk mencegah terjadinya komplikasi. 
d.      Disability limitation (membatasi kemungkinan cacat)
Misalnya  : memeriksa dan mengobati tenaga kerja secara komprehensif, mengobati  tenaga kerja secara sempurna, pendidikan kesehatan. 
e.      Rehabilitasi (pemulihan kesehatan)
Misalnya  : rehabilitasi dan mempekerjakan kembali para pekerja yang menderita  cacat. Sedapat mungkin perusahaan mencoba menempatkan karyawan-karyawan  cacat di jabatan-jabatan yang sesuai. 
5.      Fungsi dan Tugas Perawat dalam K3
Fungsi dan tugas perawat dalam usaha K3 di Industri adalah sebagai berikut (Effendy, Nasrul, 1998) :
a.      Fungsi
1)      Mengkaji masalah kesehatan
2)      Menyusun rencana asuhan keperawatan pekerja
3)      Melaksanakan pelayanan kesehatan dan keperawatan terhadap pekerja
4)      Penilaian
b.      Tugas
1)      Pengawasan terhadap lingkungan pekerja
2)      Memelihara fasilitas kesehatan perusahaan
3)      Membantu dokter dalam pemeriksaan kesehatan pekerja
4)      Membantu dalam penilaian keadaan kesehatan pekerja
5)      Merencanakan dan melaksanakan kunjungan rumah dan perawatan di rumah kepada pekerja dan keluarga pekerja yang mempunyai masalah
6)      Ikut menyelenggarakan pendidikan K3 terhadap pekerja 
7)      Turut ambil bagian dalam usaha keselamatan kerja
8)      Pendidikan kesehatan mengenai keluarga berencana terhadap pekerja dan keluarga pekerja.
9)      Membantu usaha penyelidikan kesehatan pekerja 
10)  Mengkordinasi dan mengawasi pelaksanaan K3.






0 komentar:
Posting Komentar